Semicolon (;)
Titik koma, bagi sebagian orang itu hanya tanda baca. Bagi ku, itu lebih dari yang kau kira.
Semicolon adalah sinyal minta tolong yang pernah aku tuliskan di tangan bagian kiriku. Meski cuma goresan tinta, tapi rasanya itu sangat nyata. Aku menginginkan lebih dari itu, hal yang bertahan lebih lama. Tapi apa daya, Tuhan melarangnya.
Semicolon adalah tanda yang menggambarkan bahwa aku ingin berhenti tapi juga masih ingin berjalan. Meski tak tahu kapan akan dilanjut lagi, tapi di dasar hati percaya bahwa semuanya pasti akan dilanjutkan.
Semicolon adalah tanda betapa aku ingin menghentikan semuanya. Aku ingin semuanya berhenti, orang-orang egois itu dan juga omongan mereka yang tak masuk akal. Aku ingin menghentikan semuanya, tapi aku tidak punya apa-apa. Aku tidak berguna.
Semicolon adalah tanda bahwa aku ingin menghentikan waktu, orang dan juga mereka. Saat itu hanya aku yang bisa berjalan. Hanya aku yang bisa menyusuri setiap mata yang ingin aku tatap. Hanya aku yang bisa berteriak di depan mereka yang ingin aku sumpahi. Saat itu, hanya aku yang bisa menambahkan beban di dada mereka dan meremas otak mereka lalu mencabik dada mereka hingga terluka sangat dalam. Biarlah mereka sadar betapa menyesakkannya, betapa perih dan parahnya luka yang selama ini aku tahan.
Semicolon adalah tanda bahwa anak perempuan yang biasa optimis ini sudah tidak kuat. Ini adalah tanda betapa anak perempuan ini sudah menyimpan luka yang hampir setiap hari kau goreskan. Ini adalah luka yang aku harap kau bisa merasakannya barang sehari saja.
Semicolon adalah perubahan antara aku yang sabar dan ingin bertahan menjadi sosok yang jahat dan penuh kata kutukan.
Semicolon (;)
Aku tak berjanji tanda ini akan tetap sama di esok hari. Rasanya semua yang aku hadapi bisa mengubahnya menjadi titik (.) dan tinggalah bayangku di hari-harimu. Ingin rasanya aku tinggalkan luka, tapi aku tidak sanggup. Aku tidak ingin menyamakan diriku dengan kalian yang dalam diam sudah mengubah anak perempuan ini menjadi wanita penuh luka dan tak punya asa.